Wednesday, February 23, 2011

TANGAN TUHAN

Lokasi: depan Lab. Telematika, Teknik Elektro - ITS, waktu: Rabu, 23 Februari 2011; pagi, antara 09.00-10.00

Saya duduk dengan seorang teman, menanti kedatangan dosen. Beberapa saat datanglah seorang pria paruh baya, dengan postur tinggi besar dan agak gemuk. Ia mengambil posisi duduk dekat saya, di bangku yang sama.

Pak Rus: Menunggu dosen ya, Mas?
Saya: Iya, Pak.
Pak Rus: Siapa?
Saya: Pak Hariadi, Pak.
Pak Rus: Oh...! Saya juga menunggu Pak Hariadi.
Saya: Mmm..., Bapak dosen di sini juga atau...?
Pak Rus: Oh! Saya mahasiswanya Pak Hariadi.
Saya: Ooo...! (Sambil mengangguk-anggukkan kepala) Mahasiswa S3 ya, Pak?
Pak Rus: Iya, Mas. Mas sendiri?
Saya: Saya mahasiswa S2, Pak.

Selanjutnya, lelaki itu pun beralih pertanyaan ke Mas Dirvi, teman saya, yang berdiri dekat tiang di depannya. Sementara saya kembali sibuk dengan artikel pada laptop yang saya pangku sejak awal.

Selang beberapa saat, saya tertarik dengan percakapan antara Pak Rus, Mas Dirvi, dan seorang ibu; mahasiswa S3; teman Pak Rus; yang datang kemudian. Perbincangan soal beasiswa lah yang mebuat saya tertarik.

Saya: Bapak kuliah S3-nya dapat beasiswa ya?
Pak Rus: Iya, Mas. Saya dari awal kuliah pasca dapat beasiswa.
Saya: Mmm..., bagaimana caranya, Pak? Lewat rajin baca-baca informasi di pengumuman ya?
Pak Rus: Iya, Mas. Saya ikutin info yang ada di tempat saya kerja.

Setelah perbincangan antara kami berempat, diketahuilah bahwa Pak Rus ini adalah seorang PNS di tempatnya bekerja, di Jojga. Namun, hanya sebagai seorang tukang kebun. Kontan hal tersebut membuat saya semakin tertarik pada pria berkukit coklat ini, yang juga berpenampilan simpatik, low-profile, dan tampak ramah.

Saya: Lho! Bagaimana ceritanya, Pak? (Tanya saya dengan penasaran. Teman saya pun tak kalah heran. Kami menyimpan kekaguman yang serupa.)
Pak Rus: Saya ini... D2-nya di teknik. D3 nggak selesain (karena suatu permasalahan yang diceritakannya pada kami, tapi tak akan saya paparkan di sini). S1-nya di ekonomi. S2 juga ekonomi.
Saya: Terus kok bisa S3 di teknik, Pak?
Pak Rus: Basic saya kan di teknik, Mas. Dulu waktu mau ambil S1, dosen saya bilang, "Ngapain Kamu ambil ekonomi? Nggak, nggak nyambung itu." Tapi saya tetap ambil saja. Saya kan dapat beasiswa.
Saya: Ooo...!
Pak Rus: S2-nya saya ambil manajemen. Lalu, dosen saya juga ada yang bilang begitu, "Ngapain Kamu ambil ekonomi? Nggak cocok. Banyak saingannya. Ntar susah ketrima kerja." Lha! Terus saya pun kuliah S2 lagi di teknik.
Saya: Lha! Bagaimana bisa, Pak? Kok bisa nyambung dengan teknik? (Saya sambil terpelongo.)
Pak Rus: Ya itu, berkat Tangan Tuhan, Mas. Kalau nggak, nggak bakalan mungkin. Saya juga lulus tepat waktu. Sementara ada tuh temen saya seangkatan S2-nya tapi nggak lulus-lulus sampai sekarang. Kadang saya jadi nggak enak pas ngasih-ngasih saran. Mereka malah jadi tersinggung.

Kami pun tertawa mendengar penjelasan Pak Rus yang polos dan low-profile itu.

Saya: Hebat ya, Pak! Bagaimana bisa? Apa Bapak rajin ke lab? Riset begitu? Bagaimana?
Pak Rus: Ya itulah, Mas. Saya juga nggak tahu. Biasa saja. Berkat Tangan Tuhan itu. Saya saja sampai sekarang nggak percaya. Terus..., habis tamat S2 saya juga langsung S3, seperti sekarang ini.
Saya: S2-nya dulu juga beasiswa?
Pak Rus: Iya, Mas. S1 saya dulu kan juga. Dari S1 itu. S2 juga. Sekarang S3 juga. Lumayan, per tahun dapat 36 juta dari Dikti. Itu langsung dapat. Walau saya harus presentasi dulu di Jakarta, di depan Dirjen. Orangnya sambil mantuk-mantuk dengar saya. He, he...! (Kami pun ikut tertawa ringan.)
Saya: Wah, hebat! Lumayan sekali itu, Pak. Bagaimana caranya?
Pak Rus: Ya itu: Tangan Tuhan, Mas. (Kata-kata yang sering sekali ia ucapkan. Tampak sangat bersyukur.)
Saya: Iya ya, Pak. Hari gini kita harus giat mencari beasiswa. Apalagi tuk pasca.
Pak Rus: Iya, Mas. (Iya mengamini sambil mengangguk ringan.) Ya...! Lumayan lah, Mas. Uang beasiswa kan lumayan buat tambah-tambah. Wong disuruh sekolah kok.
Saya: Hebat Bapak ya! Sekolah terus tanpa henti, sampai sekarang S3. (Saya berulang kali bertanya padanya tentang bagaimana ia bisa melewati itu dengan mulus hingga S3, dan bagaimana ia melakukan riset-riset akademik. Seolah saya tak percaya. Terlebih, ia mengambil bidang yang berbeda-beda untuk beberapa jenjang. Dan, lagi-lagi ia menjawab, "Berkat Tangan Tuhan.")
Pak Rus: Iya, Mas. Saya saja banyak yang crash di kantor (tempat ia sebagai PNS). Orang-orang di kantor pada ngomong, "Tukang kebun kok S3." Banyak yang skeptis dan nggak setuju, Mas. Ya..., gontok-gontokan mereka itu. He, he! (Kami pun ikut tertawa ringan. Dan, saya tetap tak bisa menyembunyikan kekaguman saya. Terutama saat tahu bahwa dulu saat lulus D2 dia hanya mendapatkan pekerjaan sebagai tukang kebun yang urusannya bersih-bersih dan lain sebagainya - saat seseorang menawarkannya untuk jadi PNS.)
Saya: Hebat sekali, Pak!
Pak Rus: Berkat Tangan Tuhan, Mas. Saya juga nggak percaya bisa sampai sini. Tukang kebun kok S3.

Pak Hariadi, dosen yang ditunggu-tunggu pun, datang. Percakapan singkat, tapi sangat bermakna, pun usai. Namun, dari sana... saya sadar bahwa banyak hal yang tidak masuk akal bagi kebanyakan orang, tapi bisa tercapai selama Tuhan menghendaki; selama Yang Maha Kuasa menolong.

No comments:

Post a Comment

Please type your comment here!