Thursday, April 26, 2012

Final El Classico yang Gagal, dan Biang Keladinya


(Courtesy of: rizqiebook.blogspot.com)
Real Madrid baru saja mengalami kekalahan dari klub Jerman, Bayern Muenchen, pada lanjutan semifinal Liga Champions Eropa. Sebuah kekalahan yang menyakitkan (tepatnya begitu), karena diderita dari kekalahan adu pinalti. El Real dipaksa melakoni adu pinalti setelah gagal mengubah skor 2-1 yang bertahan hingga  90 menit pertama + tambahan waktu 2 kali 15 menit. Skor tersebut membuat agregat sama dan kedudukan seimbang antara kedua tim, karena pada pertandingan leg pertama Muenchen juga unggul dengan skor sama di Allianz Arena.
Dua penendang awal El Real, yakni Cristiano Ronaldo dan Kaka’, gagal menceploskan bola ke gawang Manuel Neuer. Kiper timnas Jerman ini memang sigap mengantisipasi tendangan kedua mantan pemain terbaik dunia tersebut. Sementara dua penendang pertama dari kubu Muenchen, David Alaba (pemain muda berusia 19 tahun) dan striker Mario Gomez, sukses melaksanakan tugasnya mencetak gol dengan menipu Iker Casillas.
Sesungguhnya, El Real kembali memiliki asa untuk menang, setelah penendang ketiga (Xabi Alonso) berhasil membobol gawang Neuer; serta Iker Casillas berhasil membaca arah dan mem-blok tendangan dua pemain Muenchen berikutnya, yang masing-masing dieksekusi oleh Toni Kroos dan (Kapten) Philip Lahm. Namun, asa itu sirna tatkala penendang keempat Madrid, Sergio Ramos, melambungkan bola di atas mistar gawang. Akhirnya, dengan keunggulan 3-1 Muenchen pun berhak untuk lolos ke final di Allianz Arena – yang merupakan markasnya sendiri – pada 19 Mei nanti.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebelumnya, Barcelona – sebagai rival abadi Real Madrid – juga berhasil dibekuk oleh Chelsea di Camp Nou dengan agregat 2-3. Dengan dua hasil tersebut maka buyar lah prediksi sebagian besar pengamat dan harapan sebagian besar fans sepakbola untuk menyaksikan final El Classico di Liga Champions musim ini. Hal ini sekaligus menjawab harapan dan prediksi sebagian fans dan beberapa orang skeptis di forum-forum maya mengenai final ideal antara Bayern dan Chelsea.
Cukup menarik untuk diungkap: apa kiranya yang menjadi penyebab dari kegagalan terciptanya final El Classico, karena ini sekali lagi – seolah-olah – mengulang cerita pada musim 2003/2004. Saat itu, yang menjadi favorit adalah tim-tim besar seperti Real Madrid dan Manchester United. Namun, AS Monaco dan FC Porto lah yang melenggang ke final, dimana akhirnya pertandingan itu dimenangkan oleh Porto dengan skor 3-0.
Ada dua hal yang kiranya bisa dijadikan alasan mengapa final "ideal" tidak terjadi di kompetisi semacam Liga Champions. Yang pertama adalah alasan logis, sedangkan yang satunya lagi adalah alasan non-logis.
Kita mulai dari alasan non-logis terlebih dahulu. Banyak pihak yang beranggapan bahwa kekalahan Barcelona atas Chelsea disebabkan oleh faktor luck atau keberuntungan. Dengan begitu banyaknya peluang mencetak gol yang dimentahkan oleh mistar gawang kiper Chelsea, Petr Cech, orang-orang beranggapan bahwa Barca sedang sial. (Saya jadi teringat pada kepercayaan beberapa fans sepakbola: jika bola terlalu sering membentur mistar gawang, maka itu pertanda akan kalah.) Tercatat ada dua tendangan Lionel Messi yang membentur mistar gawang. Pertama adalah saat eksekusi pinalti akibat pelanggarang terhadap Cesc Fabregas, dan kedua adalah saat melepaskan tembakan kaki kiri yang membentur tiang sebelah kiri Petr Cech. Seperti kata komentator pada pertandingan tersebut, “Again, Chelsea (are) being saved by the frame. (Sekali lagi Chelsea terselamatkan oleh mistar).” Mengutip sebuah laman di Goal.com, Francesc Fabregas juga berujar, “Kami bermain lebih baik daripada mereka. Namun, kadang sepakbola itu tidak adil.”
Melihat kekalahan Real Madrid dari Bayern Muenchen, kita juga akan menangkap beberapa aura ketidakberuntungan pada kubu El Real, terutama pada saat terjadinya adu pinalti. Mega bintang seperti Ronaldo dan Kaka’ begitu gampangnya kehilangan peluang untuk mencetak gol dari titik putih. Bagi Ronaldo kegagalan itu menandai akhir dari kesuksesannya menceploskan 25 gol dari titik putih selama musim ini untuk El Real.
Namun, yang lebih menarik adalah bila kita melihat dari sisi entrenador Jose Mourinho. Mourinho punya catatan unik di Liga Champions untuk urusan adu pinalti. Rupanya, The Special One juga pernah gagal sebelumnya kala masih membesut Chelsea. The Blues saat itu ditekuk The Reds di stadion Anfield pada second leg semifinal Liga Champions musim 2006/2007 lewat drama adu pinalti yang berkesudahan 4-1. Jadi, seolah-olah ini adalah kutukan yang berulang bagi sang pelatih. Lagi-lagi aura ketidakberuntungan hinggap di sini.
Akan tetapi, bila kita mengkaji penyebab gagalnya final El Classsico dari sisi logis, maka saya lebih cenderung menuduh faktor ekspektasi (harapan) lah yang menjadi biang keladinya. Mengapa begitu? Kita sama-sama tahu bahwa Barcelona dan Real Madrid – bisa dibilang – adalah dua klub terbaik di dunia saat ini. Pemain-pemain bintang di kedua kubu, seperti Messi; Ronaldo; Xavi; Benzema; Iniesta; Kaka; Fabregas; dan lainnya; selalu mendapatkan ekspektasi atau harapan besar setiap kali bertanding – baik dari kubu fans; pengurus klub; bahkan pengamat sekalipun. Hal itu sedikit banyak memberi beban ekstra di pundak mereka, dibandingkan pemain-pemain dari klub lain yang dianggap underdog. Dari kacamata Messi dan Ronaldo saya melihat bahwa kegagalan mencetak gol apalagi memenangkan pertandingan, merupakan aib yang harus ditanggung dengan cemoohan dan caci maki. Terlebih dengan status mereka sebagai dua pemain terbaik dunia, yang acap kali dibanding-bandingkan dengan legenda macam Pele dan Maradona.
Efek tekanan tersebut terlihat pada saat Barcelona berhadapan dengan Chelsea beberapa hari yang lalu. Lionel Messi terlihat sedikit gugup saat mengambil tendangan pinalti yang dihadiahkan wasit – yang kemudian berujung pada kegagalan. Di akhir pertandingan Messi juga terlihat tertekan (dengan merukuk sambil menutupi kepala dengan kausnya) setelah harus menerima kenyataan bahwa timnya gagal mempertahankan gelar juara.
Melihat eksekusi pinalti yang gagal oleh Ronaldo dan Kaka’ saat berhadapan dengan Muenchen, kita juga bisa merasakan tekanan yang sama ada pada mereka. Ronaldo yang sebelumnya selalu sukses sebanyak 25 kali beruntun menyarangkan bola ke gawang lawan lewat titik putih, kini harus gagal melakukan salah satu "spesialisasi"-nya di sebuah partai dimana seharusnya ia tidak gagal. Sergio Ramos yang sejak awal eksekusi sudah gugup, juga mengekspresikan ketidaksanggupan untuk menanggung beban harapan menang Los Galacticos Jilid Kedua – sehingga berakhir dengan sepakan melambung tinggi di atas mistar gawang.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ekspektasi bisa menaikkan semangat, tetapi di saat yang berbeda juga bisa memberikan beban yang berlebih. Keberuntungan bisa membuat yang diremehkan keluar sebagai juara. Namun, di luar semua itu sepakbola tetap indah untuk disaksikan – siapapun pemenangnya. J

Salam olahraga,
‘Ammar Lelo Andiko, fan sepakbola

No comments:

Post a Comment

Please type your comment here!