Wednesday, April 25, 2012

Jose Mourinho Pelatih Terhebat di Dunia?


(Courtesy of: lif1.com)
Selama semusim terakhir banyak di antara kita yang mungkin memperdebatkan masalah tentang siapakah pelatih sepakbola terbaik di dunia. Apakah Josep Guardiola atau Jose Mourinho? Melihat prestasi mentereng keduanya, sudah pantaslah jika orang-orang menobatkan kedua nama tersebut sebagai yang terhebat sejagad.

Guardiola sukses membesut Azulgrana (julukan FC Barcelona) menjadi sebuah klub tersukses di Eropa dalam – setidaknya – tiga musim terakhir. Anda mungkin masih mengingat betapa perkasanya Lionel Messi dan kawan-kawan pada musim 2008/2009. Enam gelar juara sekaligus berhasil dihimpun dalam satu musim, termasuk tropi La Liga Spanyol; tropi Copa del Rey; dan tropi Liga Champions Benua Biru. Sebuah prestasi fenomenal yang baru pertama kali diukir oleh sebuah klub sepakbola di dunia. Walaupun prestasi itu tidak terulang pada musim 2010/11, Tim Catalan sukses kembali merajai negeri matador, serta menaklukkan tanah Eropa untuk merengkuh tropi Liga Champions yang keempat sepanjang sejarah FC Barcelona. Otomatis pada era Pep Guardiola, Barcelona berhasil merengkuh dua kali tropi kompetisi paling bergengsi antarklub tersebut – yang mana hanya bisa dimenangkan masing-masing sekali oleh Johan Cruyff dan Frank Rijkaard.

Jose Mourinho menandai awal dari kesuksesannya membesut sebuah klub besar, dengan mengantarkan FC Porto menjuarai Liga Portugal; dan – secara mengejutkan – membawa klub itu menjuarai Liga Champions pada musim 2003/2004. Setelah kemudian pindah ke Chelsea, klub London itu disulap Mourinho menjadi  salah satu anggota The Big Four selama kurang lebih empat musim – sebelum akhirnya didepak oleh Si Taipan Minyak Roman Abramovich. Hampir semua tropi berhasil ia kumpulkan di lemari pajang Stamford Brigde, kecuali tropi Liga Champions. Dan, banyak yang yakin bila ia diberi kesempatan semusim lagi oleh Si Pemilik Abramovich, maka gelar itu pun tentu akan didapatkannya.

Perjalanan Mourinho selanjutnya diteruskan di klub Italia, Inter Milan, setelah sebelumnya ia sempat menganggur selama beberapa waktu pasca pemecatan. Dua musim di Italia, Inter berhasil dibawanya meraih Scudetti sebanyak dua kali, serta – yang paling fenomenal – meraih treble winner pada musim 2009/2010. Padahal sejak tahun 1965 Inter tak pernah berhasil lagi merebut tropi sakral tersebut. Terhitung 45 tahun lamanya. Waw! Sebuah jarak yang sangat panjang. Otomatis, The Special One pun menjadi pujaan publik Giuseppe Meazza semenjak saat itu.

Kini Mourinho menukangi klub megabintang Real Madrid. Tercatat, ini adalah musim keduanya bersama Los Galacticos. Dan, hingga saat ini Mourinho sudah berhasil – untuk sementara – membawa El Real pada posisi puncak klasemen La Liga hingga jornada ke-34, serta – untuk sementara pula – membawa klub sembilan kali juara Champions Eropa tersebut ke babak semifinal Liga Champions 2011/12 melawan klub Bavaria, Bayern Muenchen. Dan, klub besutannya masih berpeluang besar untuk lolos ke final, menyusul Chelsea yang telah terlebih dahulu ke final – setelah secara luar biasa berhasil menumbangkan Barcelona.
------------------------------------
Mengulas pertandingan yang baru saja berakhir antara FC Barcelona dan Chelsea yang berlangsung di Camp Nou, orang-orang tentu akan berpikir, “Ada apa dengan Barca?” atau, “Apakah ini akhir dari era Barcelona?” atau pula, “Apakah Pep Guardiola masih merupakan pelatih terbaik di dunia?”
Saya lebih tertarik pada pertanyaan terakhir, karena terkait dengan topik dan pembahasan kita di awal tadi.
Jika Anda menyaksikan pertandingan barusan; yang berakhir imbang 2-2 dimana Chelsea lolos berkat unggul agregat 3-2, niscaya Anda akan menyadari bahwa strategi yang digunakan oleh Roberto Di Matteo (pelatih/caretaker Chelsea) serupa dengan strategi yang digunakan oleh Jose Mourinho beberapa hari yang lalu – saat melakoni laga El Classico. Pada laga tersebut Madrid menang 2-1 dengan memanfaatkan strategi pertahanan rapat dan amat disiplin ala catenaccio Italia, plus serangan balik yang sangat cepat dan efektif. Tidak percaya? Lihat di Youtube video gol kedua yang dicetak oleh Cristiano Ronaldo dengan diawali oleh umpan kelas dunia dari Mesut Ozil! Uniknya, dua gol balasan Chelsea (masing-masing oleh Ramires dan Fernando Torres) berawal dari aksi serangan balik yang serupa.

Jika kita cermati, strategi yang dipakai Di Matteo sangat mirip dengan strategi yang dipakai oleh Mourinho saat El Classico. Dan, jika Anda mengikuti perkembangan berita sebelum laga di Camp Nou tadi, ada indikasi bahwa Mourinho turut berperan dalam meracik strategi guna melumpuhkan Barcelona. Menurut Goal.com, Petr Cech (kiper Chelsea) berkelakar bahwa Mourinho mengadakan semacam rapat rahasia dengan para pemain Chelsea sebelum pertandingan, guna membahas taktik dan strategi membendung Barcelona. Terus terang saja, bagi saya itu bukan sekedar kelakar. Bahkan kabarnya, Mourinho ikut membagi tips kepada asisten pelatih Chelsea tentang bagaimana mengalahkan Barca – seperti yang baru saja ia lakukan pada El Classico. Menurut Goal.com juga, The Special One mengirimkan SMS motivasi kepada pemain-pemain Chelsea seperti John Terry, Frank Lampard, Ashley Cole, dan Didier Drogba. Dan, seperti yang telah kita saksikan, Barcelona berhasil dilumpuhkan di kandang sendiri dengan strategi ala Mourinho tersebut, meskipun telah unggul pemain sejak babak pertama akibat kapten John Terry dikartu merah oleh wasit asal Turki.

Mengulas contoh lain tapi masih dalam contoh serupa, saat pertandingan perempat final antara FC Barcelona dan AC Milan, klub Italia tersebut juga berhasil mengatasi permainan taka tiki ala Messi dkk., baik di San Siro maupun di Camp Nou – walau akhirnya Milan tersingkir juga berkat dua pinalti kontroversial hadiah dari wasit yang diberikan kepada Lionel Messi. Dan, uniknya strategi yang digunakan Milan pun persis dengan strategi yang dibuat oleh Mourinho, dimana sektor pertahanan dibuat begitu disiplin, tanpa memberikan sedikit pun celah bagi para maestro Barca seperti Messi; Xavi; Iniesta; dan Fabregas untuk beraksi di daerah kotak pinalti – sehingga nyaris menyisakan seorang penyerang saja di depan. Saat ada kesempatan memegang kendali, bola langsung diumpan ke depan dengan cepat kepada striker yang seorang itu untuk melancarkan serangan balik yang sangat mematikan. Sangat terlihat bahwa pelatih Milan, Massimiliano Allegri mengadopsi taktik tersebut – yang digunakan Mourinho saat sukses membesut Inter menghadapi Barca.

Saat kita ulas lebih jauh ke belakang; di musim 2009/2010; dimana Inter berhasil merebut treble untuk pertama kalinya bagi klub-klub Italia, kita akan mendapati bahwa saat berhasil menumbangkan Barcelona di Giuseppe Meazza dengan skor 3-1; Mourinho untuk pertama kalinya menandai sebuah trade mark kesuksesan strategi dalam menghadapi sebuah klub superior seperti Barcelona – dimana nyaris seluruh skuad Spanyol yang juara Piala Eropa 2008 dan juara Piala Dunia 2010 berasal dari klub itu. Di sinilah awal kembalinya strategi ala Catenaccio yang puluhan tahun lalu sempat sukses serta menjadi trade mark Italia dan klub-klub sepakbolanya: Catenaccio ala Jose Mourinho. Pun, saat leg kedua di Camp Nou – meskipun kalah 1-0 akibat kartu merah kontroversial yang diberikan kepada Thiago Motta, Inter tetap berhasil mengatasi perlawanan Barca secara keseluruhan; dan melenggang ke final.

Rekam jejak tadi setelah diulas, terutama dari sisi strategi, terasa sangat berbeda. Kita dapati bahwa Jose Mourinho – dengan tiga klub berbeda yang dibesutnya – menjadi sebuah tokoh pembangun pondasi bermain bagi anak-anak asuhnya. Hal itu sangat terasa dan terbukti setelah Mourinho meninggalkan Porto, Chelsea, dan Inter. Setelah The Special One pergi, pondasi permainan yang berubah (dengan pelatih yang baru) membuat klub-klub itu kesulitan untuk kembali kepada peak performance-nya. Lihat saja Inter sekarang!
Chelsea pun demikian adanya sebelum Roberto Di Matteo masuk menjadi careteker (pelatih sementara) pasca dipecatnya Andre Villas Boas – setelah kekalahan memalukan 3-1 di kandang Napoli pada perempat final Liga Champions musim ini. Di Matteo lah yang kemudian mengubah segalanya secara ajaib dengan mengalahkan Napoli 4-1 di Stamford Bridge, yang mengantarkan Chelsea ke semifinal, dan kini berhasil menyingkirkan Barcelona untuk melaju ke babak final. Di Premier League pun Chelsea berhasil “menemukan” form dan permainan terbaiknya. Semua itu berkat kemampuan Di Matteo untuk mengembalikan Chelsea kepada bentuknya yang terdahulu: bentuk di era Mourinho. Dan, itu pun diakui oleh Di Matto sendiri bahwa ia banyak belajar dari mentornya tersebut untuk membentuk kesolidan tim di lapangan dan di kamar ganti. Di samping itu, banyak pihak yang setuju bahwa Chelsea yang sekarang telah kembali seperti Chelsea yang perkasa: seperti pada era The Special One.

Pep Guardiola, meskipun menjadi pelatih tersukses sepanjang sejarah klub Catalan, belum mampu menorehkan hal yang serupa seperti yang ditinggalkan oleh Mourinho di tiga klub besar yang ia tinggalkan. Fakta jelas mengatakan bahwa Pep baru melatih sebuah klub saja, yaitu FC Barcelona. Dan, banyak pihak yang berpendapat bahwa pondasi yang dibawa Pep sekarang ini merupakan warisan dari Frank Rijkaard, pelatih Barca terdahulu yang berhasil memberikan tropi Liga Champions pada musim 2005/2006. Dan, jika Anda seorang penggemar sepakbola yang rajin mengikuti perkembangan Liga Champions sejak awal 2000-an, Anda akan sadari bahwa hal itu benar adanya. Permainan Barca pada era Rijkaard nyaris sama persis dengan era Pep Guardiola, tanpa ada perubahan; kecuali nama-nama para bintang dan para pemain lainnya.
Maka, wajar-wajar sajalah bila banyak fans bola yang menyerukan tantangan: bila Pep ingin diakui sebagai pelatih terbaik di dunia, maka ia harus membuktikannya dengan cara melatih klub lain, seperti Inter atau MU atau bahkan Chelsea (menurut beberapa kabar miring yang ada akhir-akhir ini). Dan, saya kira hal itu wajar dan adil. Pep memang harus membuktikan terlebih dahulu kemampuannya meletakkan pondasi di klub-klub lain, terutama di luar Spanyol, serta membawa klub-klub itu meraih kesuksesan yang sama seperti yang ia lakukan di Barcelona – seperti yang telah dibuktikan oleh Mourinho.

Jadi, wajarlah pula lah jika kita menobatkan Mourinho sebagai pelatih terbaik di dunia saat ini (bukan hanya yang termahal gajinya) – terlepas dari beberapa kontroversi terkait sikap dan omongannya. Omongan yang kasar dan sikap yang cenderung meledak-ledak bagi sebagian orang justru mencerminkan kejujuran dan “keapa-adaan” seorang Jose Mourinho. Di zaman telekomunikasi dan informasi seperti sekarang ini, kadang sulit untuk membedakan antara kekasaran omongan dan kejujuran. Saya pikir kita sudah kenyang mendengarkan omongan lembut tapi penuh tipu daya.

Dan, secara pribadi saya berpendapat, jikalau pun ada pelatih lain yang lebih hebat daripada Mourinho dalam kurun seabad terakhir, dialah Vittorio Pozzo yang membawa Italia juara Piala Dunia dua kali berturut-turut, yakni 1934 dan 1938.

Salam olahraga,
‘Ammar Lelo Andiko, fan sepakbola

6 comments:

  1. mantabs gan ulasannya...setuju

    ReplyDelete
  2. Pelatih hebat nih... btw, share info aja nih, ada kontes blog TOUCH KOREA TOUR di fanpage FB Korea Tourism Organization (KTO) Indonesia : http://www.facebook.com/events/394486637229372/ -- Temanya ttg wisata Korea. Hadiah utama jalan2 ke Korea dan ketemu artis KPOP Miss A & 2PM sekaligus ikut bikin video wisata Korea bareg mereka. Cek juga twitter @KTOJakarta : https://twitter.com/#!/KTOJakarta

    ReplyDelete
  3. yap terlihat sejak menaikkan prestasi FC Porto

    ReplyDelete

Please type your comment here!